1.
Defenisi
Menurut Green. CW (2007). HIV meripakan singkatan dari Human Immunnedeficiency Virus. Disebut
human (manusia) karena virus ini hanya dapat menginfeksi manusia,
immuno-deficiency karena efek virus ini adalah melemahkan kamampuan sistem
kekebalan tubuh untuk melawan segala penyakit yang menyerang tubuh, termasuk
golongan virus karena salah satu karakteristiknya adalah tidak mampu memproduksi diri sendiri, melainkan
memanfaatkan sel-sel tubuh. Sel darah putih manusia sebagai sel yang berfungsi
untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh virus, bakteri, jamur, parasit
dan beberapa jenis kanker diserang oleh Hiv yang menyebabkan turunnya kekebalan
tubuh sehingga mudah terserang penyakit.
AIDS singkatan dari Acquired
Immuno Defeciency Syndrome. Acquired
berarti diperoleh karena orang hanya menderita bila terinfeksi HIV dari orang
lain yang sudah terinfeksi. Immuno
berarti sistem kekebalan tubuh, Defeciency
berarti kekurangan yang menyebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh dan Syndrome berarti kumpulan gejala atau
tanda yang sering muncul bersama tetapi mungkin disebabkan oleh satu penyakit
atau mungkin juga tidak yang sebelum penyebabnya infeksi HIV ditemukan. Jadi
AIDS adalah kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Gallant. J 2010).
2.
Patofisiologi
HIV termasuk kelompok retrovirus,
virus yang mempunyai enzim (protein) yang dapat merubah RNA, materi genetiknya,
menjadi DNA. Kelompok retrovirus karena kelompok ini membalik urutan normal
yaitu DNA diubah (replikasi) menjadi RNA. Setelah menginfeksi RNA HIV berubah
menjadi DNA oleh enzim yang ada dalam virus HIV yang dapat mengubah RNA virus
menjadi (reversetranscriptas)
sehingga dapat disisipkan ke dalam DNA sel-sel manusia. DNA itu kemudian dapat
digunakan untuk membuat virus baru (virion), yang menginfeksi sel-sel baru,
atau tetap tersembunyi dalam sel-sel yang hidup panjang, atau tempat
penyimpanan, seperti limfosit sel-sel CD4 (Sel T-Pembantu) yang istirahat
sebagai target paling penting dalam penyerangan virus ini.
Sel CD4 adalah salah satu tipe dari sel darah putih yang
bertanggungjawab untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh banyak virus
yang lain, bakteri jamur dan parasit dan juga beberapa jenis kanker. Kemampuan
HIV untuk tetap tersembunyi dalam DNA dari sel-sel manusia yang hidup lama,
tetap ada seumur hidup membuat infeksi menyebabkan kerusakan sel-sel CD4 dan
dalam waktu panjang jumlah sel-sel CD4 menurun menjadi masalah yang sulit untuk
ditangani bahkan dengan pengobatan efektif. (Gallant, 2010).
Apabila sudah banyak sel T4 yang hancur, terjadi gangguan imunitas
selular, daya kekebalan penderita menjadi terganggu/cacat sehingga kuman yang
tadinya tidak berbahaya atau dapat dihancurkan oleh tubuh sendiri (infeksi
oportunistik) akan berkembang lebih leluasa dan menimbulkan penyakit yang
serius yang pada akhirnya penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Apabila
sudah masuk ke dalam darah, HIV dapat merangsang pembentukan antibody dalam
sekitar 3-8 minggu setelah terinfeksi pada periode sejak seseorang kemasukan
HIV sampai terbentuk antibody disebut periode jendela (Window Period). Periode jendela ini sangat perlu diketahui oleh
karena sebelum antibody terbentuk di dalam tubuh, HIV sudah ada di dalam darah
penderita dan keadaan ini juga sudah dapat menularkan kepada orang lain.
(Yayasan Pelita Ilmu, 2012)
Cara pemeriksaan yang umum dipakai ialah dengan pemeriksaan darah
serologi dengan cara ELISA (Enzym Linked
Imunosorbent Assay) dan cara pemeriksaan penentu dengan tekhnik Western
blot. Pertama kali dilakukan tes ELISA apabila hasil negatif berarti tidak
terinfeksi HIV walaupun hasil itu negatif bila baru saja terinfeksi belum lama
berselang. Bila tes memberi hasil positif laboratorium melakukan tes kedua
dengan Western blot (WB), bila kedua hasil tes terlihat positif maka penderita
disebut seropositif atau HIV positif. Jika pemeriksaan ELISA Positif dan WB
tidak dapat menentukan dengan pasti atau tidak sepenuhnya negatif namun tidak
positif juga ada dua kemungkinan penyebab tes tidak dapat menentukan dengan
pasti yaitu pertama kemungkinan baru terinfeksi dan dalam masa pengembangan
serologi positif (seroconverting) dan
dilakukan tes ulangan tidak lama berselang akan menjadi sepenuhnya positif
dalam waktu 1 bulan. Kedua mungkin negatif tetapi hasil tes tidak pasti dengan
alasan yang tidak akan pernah diketahui dan bila tes tetap tidak pasti selama 1
sampai 3 bulan berarti tidak terinfeksi, hasil positif 97% dalam waktu 3 bulan
dan 100% dalam waktu 6 bulan. (Gallant J, 2010).
3.
Tahap-tahap
Perjalanan HIV/AIDS
Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit
T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis melalui 3 fase.
a. Fase
infeksi akut (Acute Retroviral Syndrome)
Setelah HIV menginfeksi sel target,
terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion) jumlah
berjuta-juta virion. Begitu banyaknya virion tersebut memicu munculnya sindrom
infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom semacam flu. Diperkirakan bahwa
sekitar 50 sampai 70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut (ARS) selama 3 sampai 8 minggu setelah
terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis, limfadenopati,
mialgia, malaise, nyeri kepala diare dengan penurunan berat badan. HIV juga
sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf. Pada fase akut terjadi penurunan
limfosit T (CD4) yang dramatis yang kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena
mulai terjadi respon imun. Jumlah limfosit T-CD4 pada fase ini di atas 500
sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 8 minggu
terinfeksi HIV.
b. Fase
infeksi laten
Pembentukan respon imun spesifik HIV dan
terperangkapnya virus dalam Sel Dendritik Folikuler (SDF) dipusat perminativum
kelenjar limfe menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai
memasuki fase laten (tersembunyi). Pada fase ini jarang ditemukan virion di
plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena sebagian besar virus
terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replikasi di kelenjar limfe sehingga
penurunan limfosit T terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit.
Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200
sel/mm3. Meskipun telah terjadi sero positif individu umumnya belum
menunjukan gejala klinis (asintomatis) fase ini berlangsung sekitar rata-rata
8-10 tahun (dapat juga 5-10 tahun).
c. Fase
infeksi kronis
Selama berlangsungnya fase ini, didalam
kelenjar limfe terus terjadi replikasi virus yang diikuti kerusakan dan
kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap
virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan kedalam darah. Pada fase
ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan didalam sirkulasi
sitemik respon imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berkebihan tersebut.
Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak. Terjadi
penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin
rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit
semakin progesif yang mendorong ke arah AIDS, infeksi sekunder yang sering
menyertai adalah penomonia, TBC, sepsi, diare, infeksi virus herpes, infeksi
jamur kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis kanker yaitu kanker kelenjar
getah bening. (Nasruddin, 2007)
4.
Manifestasi
Klinik
Manifestasi klinis infeksi HIV merupakan
gejala dan tanda pada tubuh host akibat intervensi HIV. Manifestasi gejala dan
tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 stadium.
a. Stadium
pertama : infeksi akut HIV
Sejak HIV masuk ke dalam tubuh akan
menimbulkan gejala yang sangat sulit dikenal karena menyerupai gejala influenza
saja, berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan. Rentang
waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi
positif disebut periode jendela, lama periode jendela antara 3-8 minggu bahkan
ada yang berlangsung sampai 6 bulan.
b. Stadium
kedua
Asimptomatik berarti bahwa di dalam
organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukan gejala-gejala. Penderita
tampak sehat tetapi jika diperiksa darahnya akan menunjukan sero positif
kelompok ini sangat berbahaya karena dapat menularkan HIV ke orang lain.
Keadaan ini dapat berlangsung antara 8-10 bahkan 5-10 tahun.
c. Stadium
ketiga
Pembesaran kelenjar limfe secara menetap
dan merata (Persistent Generalized Lymphadenopathy) tidak hanya muncul pada
satu tempat saja dan berlangsung lebih 1 bulan biasanya disertai demam, diare,
berkeringat pada malam hari, lesu dan berat badan menurun pada kelompok ini
sering disertai infeksi jamur kandida sekitar mulut dan herpes zoster.
d. Stadium
keempat : AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam
penyakit antara penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder. Gejala klinis
pada satdium AIDS dibagi antara lain :
1) Gejala
utama atau mayori
a) Demam
berkepanjangan lebih dari 1 bulan
b) Diare
kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus.
c) Penurunan
berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan.
d) Penurunan
kesadaran dan gangguan neorologis.
e) Ensepalopati
HIV.
2) Gejala
tambahan atau minor
a) Batuk
kronis selama lebih dari 1 bulan.
b) Infeksi
pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur kandida albicans.
c) Infeksi
jamur berulang pada alat kelamin wanita.
d) Pembengkakan
kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh.
e) Munculnya
herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh. (Nursalam,
2007)
5.
Cara
Penularan
AIDS dikelompokkan dalam Penyakit Menular
Seksual (PMS) karena paling banyak ditularkan melalui hubungan seksual (90%).
Cairan tubuh yang paling banyak
mengandung HIV adalam semen (air mani) dan cairan vagina/serviks serta darah,
cairan mani yang keluar melalui penis pada laki-laki dan vagina pada perempuan
sebagai perantara yang paling tinggi menularkan penyakit HIV karena bagian
penis dan vagina memiliki struktur lapisan epitel skuamukosa tipis yang mudah
ditembusi oleh kuman HIV sampai ke dalam jaringan ikat yang kaya pembuluh darah
dan darah sehingga penularan utama HIV adalah melalui 3 jalur yang melibatkan
cairan tubuh tersebut yaitu :
a. Transseksual
atau jalur hubungan seksual (Homoseksual/ heteroseksual).
b. Transhorisontal
atau jalur pemindahan darah atau produk darah seperti : transfusi darah,
melalui alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dokter gigi, alat
cukur dan melukai luka halus di kulit, jalur transplantasi alat tubuh.
c. Transvertikal
atau jalur transplasental : janin dalam kandungan ibu hamil denga HIV positif
akan tertular (Infeksi transplasental) dan infeksi perinatal melalui ASI atau
virus HIV dapat ditemukan dalam air liur, air mata tetapi penularan melalui
bahan ini belum terbukti kebenarannya karena jumlah HIV-nya sangat sedikit. HIV
juga tidak menular lewat jabat tangan, bercium pipi, bersin/batuk dekat
penderita AIDS, berenag bersama dalam satu kolam renang, hidup serumah dengan
pengidap HIV tanpa hubungan seksual, hewan seperti nyamuk, kutuk busuk dan
serangga lainnya belum terbukti dapat menularkan HIV.
6.
Cara
Mencegah HIV/AIDS
Dengan mengetahui cara penularan
HIV/AIDS dan sampai saat ini belum ada obat yang mampu memusnahkan HIV/AIDS
maka lebih mudah melakukan pencegahannya.
a. Prinsip
ABCDE yaitu :
A = Abstinence
Puasa Sesk, terutama bagi yang belum menikah
B = Be faithful
Setia hanya pada satu pasangan atau
menghindari berganti- ganti pasangan
C =
use Condom
Gunakan
kondom selalu bila sudah tidak mampu menahan seks
D = Drugs No
Jangan
gunakan narkoba
E = sterilization of Equipment
Selalu
gunakan alat suntik steril
b. Voluntary
Conseling Testing (VCT)
VCT merupakan satu pembinaan dua arah
atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan
tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi serta
dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya.
VTC mempunyai tujuan sebagai :
1) Upaya
pencegahan HIV/AIDS
2) Upaya
untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi atau pengetahuan mereka
tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.
3) Upaya
mengembangkan perubahan perilaku, sehingga secara dini mangarahakan mereka
menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral
(ARV), serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.
c. Universal
Precautions (UPI)
Universal precautions adalah tindakan
pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi serta mencegah penularan HIV/AIDS bagi
petugas kesehatan dan pasien.
UPI perlu diterapkan dengan tujuan untuk
:
1) Mengendalikan
infeksi secara konsisten.
2) Mamastikan
standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau terlihat seperti
beresiko.
3) Mengurangi
resiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
4) Asumsi
bahwa resiko atau infeksi berbahaya.
Upaya
perlindungan dapat dilakukan melalui :
1) Cuci
tangan
2) Alat
pelindung
3) Pemakaian
antiseptik
4) Dekontaminasi,
pembersihan dan sterilisasi atau disterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi
untuk peralatan bedah, sarung tangan dan benda lain.
7.
Pengobatan
Sampai saat ini, belum ada obat yang
bisa menyembuhkan AIDS. Obat yang ada hanya memperpanjang hidup penderita. Obat
Antiretroviral (ARV) seperti Zidovudin (ZDV), Didanosin (DDI) dan Stavudin,
bukan pengobatan yang menyembuhkan namun semuanya bekerja menghambat
enzimprotease terbaru seperti ritonavir, saquinavir, dan indivinir yang
mencegah virus membuat partikel baru. Virus hanya ditekan selama obat diminum
secara teratur, jika berhenti mengkonsumsi ARV penyakit akan muncul lagi jadi
sekali obat ini diminum seharusnya terus-menerus diminum seumur hidup. Obat
terbaru dan menjanjikan adalah eufufirit yang berfungsi sebagai penghambat
peleburan HIV yang menghalangi virus ini melekat pada sel T. bila
dikombinasikan dengan obat-obatan yang lain dapat mengurangi muatan viral
hampir sampai 0. Semua obat yang dipakai dalam pengobatan AIDS memiliki efek
samping yang hanya diketahui melalui tes laboratorium termasuk fungsi hati dan
anemia (kurang darah merah).
8.
Prisip
Etika dalam kaitannya dengan HIV/AIDS
Prisip etika yang harus dipegang teguh
oleh seluruh komponen baik itu seseorang, masyarakat, nasional maupun dunia
internasional dalam menghadapai HIV/AIDS adalah :
a. Empati,
ikut merasakan penderitaan, sesama termasuk ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dengan
penuh simpati, kasih sayang dan kesedihan saling menolong.
b. Solidaritas,
secara bersama-sama bahu membahu meringankan penderitaan dan melawan
ketidakadilan yang diakibatkan olah HIV/AIDS.
c. Tanggung
jawab, berarti setiap individu, masyarakat lembaga atau bangsa mempunyai
tanggung jawab untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS dan memberikan perawatan pada
ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) (Nursalam, 2007).
9.
Stigma
dan Diskriminasi
Stigma atau cap buruk adalah tindakan memvonis seseorang buruk
moral/perilakunya sehingga mendapat penyakit tersebut. Orang-orang yang di
stigma biasanya dianggap melakukan untuk alasan tertentu dan sebagai akibat
mereka dipermalukan, dihindari, didiskreditkan, ditolak dan ditahan. Penelitian
yang dilakukan oleh Kristina (2005) di Kalimantan Selatan dan Cipto (2006) di
Jember Jawa Timur tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
dan sikap mengenai stigma pada orang dengan HIV/AIDS menunjukan bahwa 72% orang
yang berpendidikan cukup (SMU) kurang menerima ODHA dan hanya 5% yang cukup
menerima. Faktor yang berhubungan dengan kurang diterimanya ODHA antara lain
karena HIV/AIDS dihubungkan dengan perilaku penyimpangan seperti seks sesama
jenis, penggunaan obat terlarang, seks bebas, serta HIV diakibatkan oleh
kesalahan moral sehingga patut mendapatkan hukuman. (Kristina dan Cipto dalam
Nursalam, 2008).
Diskriminasi atau perlakuan tidak
adil didefinisikan oleh UNAIDS sebagai tindakan yang
disebabkan perbedaan,
menghakimi orang berdasarkan status HIV/AIDS mereka baik yang pasti maupun yang
diperkirakan sebagai pengidap. Diskriminasi ini juga dapat terjadi dibidang
kesehatan antara lain dalam kerahasiaan, kebebasan, pribadi, kelakuan kejam,
penghinaan atau perlakuan kasar, pekerjaan pendidikan keluarga dan hak
kepemilikan maupun hak untuk berkumpul. ODHA menghadapi diskriminasi dimana
saja dan diberbagai negara. Membiarkan diskriminasi akan merugikan upaya
penanggulangan infeksi HIV/AIDS. (Nursalam, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar